Banyak orang mengenal rukun iman tanpa
mengetahui makna dan hikmah yang terkandung alam keenam rukun iman
tersebut. Salah satunya adalah iman kepada takdir. Tidak semua orang
yang mengenal iman kepada takdir, mengetahui hikmah dibalik beriman
kepada takdir dan bagaimana mengimani takdir. Berikut sedikit ulasan
mengenai iman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk.
Takdir (qadar) adalah perkara
yang telah diketahui dan ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
telah dituliskan oleh al-qalam (pena) dari segala sesuatu yang akan
terjadi hingga akhir zaman. (Terj. Al Wajiiz fii ‘Aqidatis Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama’ah, hal. 95)
Allah telah menentukan segala perkara
untuk makhluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya yang terdahulu (azali) dan
ditentukan oleh hikmah-Nya. Tidak ada sesuatupun yang terjadi melainkan
atas kehendak-Nya dan tidak ada sesuatupun yang keluar dari
kehendak-Nya. Maka, semua yang terjadi dalam kehidupan seorang hamba
adalah berasal dari ilmu, kekuasaan dan kehendak Allah, namun tidak
terlepas dari kehendak dan usaha hamba-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
إنا كل شىء خلقنه بقدر
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (Qs. Al-Qamar: 49)
وخلق كـل شىء فقدره, تقديرا
“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (Qs. Al-Furqan: 2)
وإن من شىء إلا عنده بمقدار
“Dan tidak ada sesuatupun melainkan
pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan
dengan ukuran tertentu.” (Qs. Al-Hijr: 21)
Mengimani takdir baik dan takdir buruk,
merupakan salah satu rukun iman dan prinsip ‘aqidah Ahlus Sunnah wal
Jama’ah. Tidak akan sempurna keimanan seseorang sehingga dia beriman
kepada takdir, yaitu dia mengikrarkan dan meyakini dengan keyakinan yang
dalam bahwa segala sesuatu berlaku atas ketentuan (qadha’) dan takdir
(qadar) Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا يؤمن عبد حتى يؤمن بالقدر خبره وشره حتى بعلم أن ما أصابه لم يكن ليخطئه وأن ما أخطأه لم يكن ليصيبه
“Tidak beriman salah seorang dari
kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan buruknya dari Allah, dan
hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya, serta
apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.” (Shahih, riwayat
Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/451) dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu
‘anhu, dan diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (no. 6985)
dari ‘Abdullah bin ‘Amr. Syaikh Ahmad Syakir berkata: ‘Sanad hadits ini
shahih.’
Jibril ‘alaihis salam pernah bertanya
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengenai iman, maka beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
الإيمان أن تؤ من با لله وملا ئكته وكتبه ورسله واليوم الا خر وتؤ من بالقدرخيره وشره
“Engkau beriman kepada Allah,
Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir
serta qadha’ dan qadar, yang baik maupun yang buruk.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya di kitab al-Iman wal Islam wal Ihsan (VIII/1, IX/5)).
Dan Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma juga pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كل شيء بقدر حتى العجز والكيسز
“Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kelemahan dan kepintaran.”
(Shahih, riwayat Muslim dalam Shahih-nya
(IV/2045), Tirmidzi dalam Sunan-nya (IV/452), Ibnu Majah dalam
Sunan-nya (I/32), dan al-Hakim dalam al-Mustadrak (I/23)
0 comments:
Post a Comment